Rasanya Insan Cendekia terlalu sepi, sepi dari suara berisik siswa yang biasanya bermain malam hari. Hujan telah berhenti, setelah mengguyur tanah yang telah lama tak terinjak oleh pijakan pijakan sepatu siswa di kesehariannya menuntut ilmu. Ya, kemarin, Jum’at adalah hari libur, karena di kalender memang berwarna merah, tentu itu sesuatu yang selalu ditunggu oleh orang-orang yang telah jenuh memikirkan rutinitas yang tak kunjung mencapai akhirnya. Tapi itu tak berarti bagi siswa Insan Cendekia, karena mereka mungkin tlah tidur nyenyak di kasur mereka yang nyaman di rumah, sambil membiarkan TV mereka menyala hingga keesokan harinya. Dan akan mengeluh pagi harinya karena mereka sadar akan kembali pada kejenuhan tiap harinya, “Aaah, besok Minggu sudah balik, kok cepet banget sih liburan seminggu ini, mana tugas belum pada selesai lagi. Nanti di sana, tugas sudah banyak lagi, ulangan menumpuk, bikin aku strees aja deh” mungkin itu yang dikatakan mereka.
Hari libur telah menggeser rutinitas harian siswa. Di asrama, Koran-koran tlah basi dimakan waktu, dispenser kosong menantikan tibanya galon untuk menemaninya, lantai tlah menunjukkan jejak jejak kaki yang saling bertumpukan, tempat sampah yang tlah menunggu tangan-tangan cleaning service untuk mendapatkan kebebasan dari bau busuk sampah yang tak tau diri, kamar kamar berantakan yang menunjukkan kuasanya tanpa ada divisi lingkungan OSIS, semuanya tampak tak nyaman menunggu datangnya semua siswa untuk kembali membenarkan apa yang tak pada tempatnya.
Di lingkungan sekitar rumput-rumput tlah salip menyalip demi mendapat sinar matahari, daun daun mongering merindukan sapu yang membawa mereka ke tempat yang seharusnya. Kucing-kucing mengeong mencari teman untuk memberinya sekedar sisa tulang ayam goreng hari jum’at siang setelah sholat jum’at -jika mereka bisa bicara layaknya kita mungkin mereka akan bertanya dimanakah manusia yang selama ini menemaniku hidup sebagai binatang yang tercampakkan di sini?- Microfon tlah lama menunggu suara yang serak merdu memanggil sekelompok orang yang sering kali tak menghiraukan suara itu. Jalanan sepi sampai tak pernah terdengar suara sandal dan sepatu yang terseret seret oleh kaki kaki yang malas untuk sekedar diangkat lebih tinggi, lampu yang selalu menemani bulan menyinari jembatan tempat melintas menuju masjid pun malas untuk memberikan cahayanya sebagai penerang jalan yang sepi itu, semuanya begitu berbeda.
Masjid pun benasib sama. Shaf ke tiga siswa dan shaf kedua siswi telah menantikan kepala kepala yang tunduk patuh pada Allah ketika sujud. Quran lelah merindukan wajah wajah mengantuk siswa ketika syaikh berbicara panjang lebar pada jum’at subuh. Buletin jum’at tlah melewatkan edisinya pada tanggal 22 April 2011. Tempat wudhu yang kering menantikan tetesan air yang jatuh dari rambut siswa-siswi, dan siwa bingung siapakah yang akan memimpin salat hajat setiap siswa akan membaca asmaul-husna, adakah yang mengetahuinya?
Gedung gedung tak jauh bebeda, GSG masih sama saat ditinggalkan, hanya sempat dijenguk orang yang hanya sekedar mengetahui apakah nama anaknya terpampang atau tidak di papan pengumuman lulus berkas, gedung administrasi sepi akan guru guru tercinta yang selalu menempelkan ujung jarinya untuk mengabsen dirinya.Gedung sekolah yang sepi akan suara guru dan murid yang mungkin sama sama lelah menjalani hidup. Terakhir kulihat kelas bahasa indonesia satu, disana tertata rapi meja meja putih dan terpajang 2 piala hasil kemenangan lomba tenis meja dengan post-it bertuliskan seingatku "ris, nitip sekalian ya, hehehe ". Saung tlah kosong dari sampah sampah yang seringkali dibiarkan berserakan menimbulkan pandangan tak nyaman. Studio tempat siswa mengembangkan kreativitas tlah hening akan bunyi nyaring stik drum yang memukul simbal-simbal drum. Ruang fitness jarang dibuka walau hanya ingin mengambil meja tenis meja. Perpustakaan juga tlah kosong sejak hari kamis, karena guru-guru sedang asyik bepergian melepas kejenuhan mereka. CSA terlihat kosong, laptop, dan notebook tlah diambil untuk dipakai di rumah masing masing siswa. Ah, begitu aneh rasanya.
Dan mungkin yang paling meraskan perbedaan itu adalah siswa yang terpaksa ataupun memang tak ingin menenangkan dirinya dimana keluarga tercinta mereka tinggal. Mereka hanya bisa melepas kerinduan mereka dari telepon angkatan yang pulsanya semakin menipis. Makanan seadanya, telur, tahu, tempe, ayam, kerupuk, buah papaya, itulah yang mengganjal perut mereka selama seminggu yang berbeda ini. Hiburan hanya sementara, karena TV yang dipinjamkan segera dikembalikan ke tempat yang seharusyna. Keseharian mereka hanyalah salat, makan, mandi, bercakap cakap, membaca Koran yang sudah basi, tidur, mencuci dan mungkin menghabiskan waktunya untuk mengeluh karena bosan tak ada hiburan. Mereka terkadang merasa iri karna tak bisa pulang, setidaknya mereka masih mengharapkan buah tangan dari teman sesrama yang berasal dari berbagai tempat. Sebagian ada yang merasa senang karena mereka bebas melakukan apa yang tak bisa mereka lakkukan ketika tak ada libur.
Begitulah semua terjadi, sebagian merasa liburan adalah waktu yang lama, sebagian merasa ingin dibuat lebih panjang lagi liburannya, karena tlah mennganggap mereka bebas sementara dari “penjara yang suci”. Banyak perbedaan yang terjadi, tanyalah pada mereka mereka yang tetap menghuni tempat ini. Semua akan berlalu maka nikmatilah apa yang akan menjadi sejarahmu di masa yang akan datang. Dengan rasa lelah dan mengantuk akhirnya kucukupkan saja tulisan ini.
Sekian, 2.51 AM, Sabtu, 23 April 2011 (-z-)
saya sangat suka dan stuju isi paragraf ke enam baris ke enam.....
BalasHapussemoga jadi nyata....
Lomba bikin cerpen?
BalasHapus